![]()  | 
Pengertian Supervisi Manajerial, Metode Supervisi Manajerial dan Teknik Supervisi Manajerial. Istilah supervisi berasal dari dua kata, yaitu “super” dan “vision”. Dalam Webster’s New World Dictionary istilah super berarti “higher in rank or position than, superior to (superintendent), a greater or better than others” (1991:1343) sedangkan kata vision berarti “the ability to perceive something not actually visible, as through mental acuteness or keen foresight (1991:1492).
Supervisor adalah seorang yang profesional. Dalam menjalankan tugasnya, ia bertindak atas dasar kaidah-kaidah ilmiah untuk meningkat- kan mutu pendidikan. Untuk melakukan supervise diperlukan kelebihan yang dapat melihat dengan tajam terhadap permasalahan peningkatan mutu pendidikan, menggunakan kepekaan untuk memahaminya dan tidak hanya sekedar menggunakan penglihatan mata biasa. Ia membina pening- katan mutu akademik melalui penciptaan situasi belajar yang lebih baik, baik dalam hal fisik maupun lingkungan non fisik.
Perumusan atau pengertian supervisi dapat dijelaskan
dari berbagai sudut, baik menurut asal-usul (etimologi), bentuk perkataannya,
maupun isi yang terkandung di dalam perkataanya itu (semantic). Secara
etimologis, supervisi menurut S. Wajowasito dan W.J.S Poerwadarminta yang
dikutip oleh Ametembun (1993:1) : “Supervisi dialih bahasakan dari perkataan
inggris “Supervision” artinya pengawasan.
Pengertian supervisi secara etimologis masih menurut
Ametembun (1993:2), menyebutkan bahwa dilihat dari bentuk perkataannya,
supervisi terdiri dari dua buah kata super + vision : Super = atas, lebih, Vision
= lihat, tilik, awasi. Makna yang terkandung dari pengertian tersebut, bahwa
seorang supervisor mempunyai kedudukan atau posisi lebih dari orang yang
disupervisi, tugasnya adalah melihat, menilik atau mengawasi orang-orang yang
disupervisi.
Para ahli dalam bidang administrasi pendidikan
memberikan kese-pakatan bahwa supervisi pendidikan merupakan disiplin ilmu yang
memfokuskan diri pada pengkajian peningkatan situasi belajar-mengajar, seperti
yang diungkapkan oleh ( Gregorio, 1966, Glickman Carl D, 1990, Sergiovanni,
1993 dan Gregg Miller, 2003). Hal ini diungkapkan pula dalam tulisan Asosiasi
Supervisi dan Pengembangan Kurikulum di Amerika (Association for Supervision
and Curriculum Development, 1987:129) yang menyebutkan sebagai berikut: Almost all writers agree that the primary
focus in educational supervision is-and should be-the improvement of teaching
and learning. The term instructional supervision is widely used in the
literature of embody all effort to those ends. Some writers use the term
instructional supervision synonymously with general supervision.
Supervisi yang lakukan oleh pengawas satuan
pendidikan, tentu memiliki misi yang berbeda dengan supervisi oleh kepala
sekolah. Dalam hal ini supervisi lebih ditujukan untuk memberikan pelayanan
kepada kepala sekolah dalam melakukan pengelolaan kelembagaan secara efektif
dan efisien serta mengembangkan mutu kelembagaan pendidikan.
Dalam konteks pengawasan mutu pendidikan,
maka supervisi oleh pengawas satuan pendidikan antara lain kegiatannya berupa pengamatan
secara intensif terhadap proses pembelajaran pada lembaga pendidikan, kemudian
ditindak lanjuti dengan pemberian feed back. (Razik, 1995: 559). Hal ini
sejalan pula dengan pandangan L Drake (1980: 278) yang menyebutkan bahwa
supervisi adalah suatu istilah yang sophisticated, sebab hal ini memiliki arti
yang luas, yakni identik dengan proses mana-jemen, administrasi, evaluasi dan
akuntabilitas atau berbagai aktivi- tas serta kreatifitas yang berhubungan
dengan pengelolaan kelembagaan pada lingkungan kelembagaan setingkat sekolah.
Rifa’i (1992: 20) merumuskan istilah
supervisi merupakan penga- wasan profesional, sebab hal ini di samping bersifat
lebih spesifik juga melakukan pengamatan terhadap kegiatan akademik yang
mendasarkan pada kemampuan ilmiah, dan pendekatannya pun bukan lagi pengawasan
manajemen biasa, tetapi lebih bersifat menuntut kemampuan profesional yang
demokratis dan humanistik oleh para pengawas pendidikan.
Supervisi pada dasarnya diarahkan pada dua
aspek, yakni: supervisi akademis, dan  supervisi manajerial. Supervisi akademis menitikberatkan
pada pengamatan supervisor terhadap kegiatan akademis, berupa pembelajaran baik
di dalam maupun di luar kelas. Supervisi manajerial menitik beratkan pada
pengamatan pada aspek-aspek pengelolaan dan administrasi sekolah yang berfungsi
sebagai pendukung (supporting) terlaksananya pembelajaran. 
Oliva (1984: 19-20) menjelaskan ada empat
macam peran seorang pengawas atau supervisor pendidikan, yaitu sebagai: coordinator,
consultant, group leader dan evaluator. Supervisor harus mampu
mengkoordinasikan programs, goups, materials, and reports yang berkaitan dengan
sekolah dan para guru. Supervisor juga harus mampu berperan sebagai konsultan
dalam manajemen sekolah, pengembangan kurikulum, teknologi pembelajaran, dan
pengembangan staf. Ia harus melayani kepala sekolah dan guru, baik secara
kelompok maupun indivi- dual. Ada kalanya supervisor harus berperan sebagai
pemimpin kelompok, dalam pertemuan-pertemuan yang berkaitan dengan pengem- bangan
kurikulum, pembelajaran atau manajemen sekolah secara umum.
Gregorio (1966)  mengemukakan bahwa ada lima fungsi utama supervisi,
yaitu: sebagai inspeksi, penelitian, pelatihan, bimbingan dan penilaian. Pertama, Fungsi
inspeksi antara lain berperan dalam mempelajari kea- daan dan kondisi sekolah,
dan pada lembaga terkait, maka tugas seorang supevisor antara lain berperan
dalam melakukan penelitian mengenai keadaan sekolah secara keseluruhan baik
pada guru, siswa, kurikulum tujuan belajar maupun metode mengajar, dan sasaran
inspeksi adalah menemukan permasalahan dengan cara melakukan observasi,
interview, angket, pertemuan-pertemuan dan daftar isian.
Kedua, Fungsi penelitian adalah mencari jalan keluar
dari permasalahan yang berhubungan sedang dihadapi, dan penelitian ini
dilakukan sesuai dengan prosedur ilmiah, yakni merumuskan masalah yang akan
diteliti, mengumpulkan data, mengolah data, dan melakukan analisa guna menarik
suatu kesimpulan atas apa yang berkembang dalam menyusun strategi keluar dari
permasalahan diatas.
Ketiga, Fungsi pelatihan merupakan salah satu usaha
untuk meningkatkan keterampilan guru/kepala sekolah dalam suatu bidang. Dalam
pelatihan diperkenalkan kepada guru cara-cara 
baru yang lebih sesuai dalam melaksanakan suatu proses pembelajaran, dan
jenis pelatihan yang dapat dipergunakan antara lan melalui demonstrasi
mengajar, workshop, seminar, observasi, individual dan group conference, serta
kunjungan supervisi.
Keempat, Fungsi bimbingan sendiri diartikan sebagai
usaha untuk mendorong guru baik secara perorangan maupun kelompok agar mereka
mau melakukan berbagai perbaikan dalam menjalankan tugasnya. Kegiatan bimbingan
dilakukan dengan cara membangkitkan kemauan, memberi semangat, mengarahkan dan
merangsang untuk melakukan percobaan, serta membantu menerapkan sebuah prosedur
mengajar yang baru.
Kelima, Fungsi penilaian adalah untuk mengukur
tingkat kemajuan yang diinginkan, seberapa besar telah dicapai dan penilaian
ini dilakukan dengan beragai cara seperti test, penetapan standar, penilaian
kemajuan belajar siswa, melihat perkembangan hasil penilaian sekolah serta
prosedur lain yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan.
1.
Pengertian Supervisi Manajerial
Sebagimana dijelaskan di muka, supervisi
merupakan  kegiatan  professional yang  dilakukan 
oleh  pengawas sekolah  dalam 
rangka  membantu  kepala 
Sekolah,  guru  dan 
tenaga kependidikan  lainnya  guna 
meningkatkan  mutu  dan 
efektivitas penyelenggaraan 
pendidikan  dan  pembelajaran. Supervisi  ditujukan 
pada  dua aspek  yakni: manajerial  dan 
akademik. Supervisi 
manajerial  menitik beratkan pada  pengamatan 
pada  aspek-aspek  pengelolaan 
dan  administrasi sekolah yang
berfungsi sebagai pendukung (supporting) terlaksananya pembelajaran. 
Dalam
Panduan Pelaksanaan Tugas Pengawas Sekolah/Madrasah (Direktorat Tenaga
Kependidikan, 2009: 20) dinyatakan bahwa Supervisi Manajerial adalah supervisi  yang 
berkenaan  dengan  aspek 
pengelolaan Sekolah  yang  terkait langsung dengan peningkatan efisiensi
dan efektivitas Sekolah yang mencakup perencanaan,  koordinasi, 
pelaksanaan,  penilaian,  pengembangan 
ompetensi sumberdaya  manusia  (SDM) 
kependidikan  dan  sumberdaya 
lainnya.  Dalam melaksanakan  fungsi 
supervisi  manajerial,  pengawas Sekolah/madrasah berperan  sebagai:  (1) 
kolaborator  dan  negosiator 
dalam  proses  perencanaan, koordinasi,  pengembangan 
manajemen  Sekolah,  (2) 
asesor  dalam mengidentifikasi  kelemahan 
dan  menganalisis  potensi Sekolah,  (3) 
pusat informasi  pengembangan  mutu 
Sekolah,  dan  (4) 
evaluator  terhadap pemaknaan
hasil pengawasan. 
Esensi supervisi manajerial adalah pemantauan
dan pembinaan terhadap pengelolaan dan administrasi sekolah. Dengan demikian
fokus supervisi ini ditujukan pada pelaksanaan bidang garapan manajemen
sekolah, yang antara lain meliputi: (a) manajemen kurikulum dan pembelajaran,
(b) kesiswaan, (c) sarana dan prasarana, (d) ketenagaan, (e) keuangan, (f)
hubungan sekolah dengan masyarakat, dan (g) layanan khusus.
Dalam melakukan supervisi terhadap hal-hal di
atas, pengawas sekaligus juga dituntut melakukan pematauan terhadap pelaksanaan
standar nasional pendidikan yang meliputi delapan komponen, yaitu: (a) standar
isi, (b) standar kompetensi lulusan, (c) standar proses, (d) tandar pendidik
dan tenaga kependidikan, (e) standar sarana dan prasarana, (f) standar
pengelolaan, (g) standar pembiayaan, dan (h) standar penilaian. Tujuan
supervisi terhadap kedelapan aspek tersebut adalah agar sekolah terakreditasi
dengan baik dan dapat memenuhi standar nasional pendidikan.
Salah satu fokus penting lainnya dalam dalam
supervisi manajerial oleh pengawas terhadap sekolah, adalah berkaitan
pengelolaan atau manaje- men sekolah. Sebagaimana diketahui dalam dasa warsa
terakhir telah dikem- bangkan wacana manajemen berbasis sekolah (MBS), sebagai
bentuk paradigma baru pengelolaan dari sentralisasi ke desentralisasi yang memberi-
kan otonomi kepada pihak sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat
(Sudarwan Danim, 2006: 4) Pengawas dituntut dapat menjelaskan sekaligus
mengintroduksi model inovasi manajemen ini sesuai dengan konteks sosial budaya
serta kondisi internal masing-masing sekolah. 
2.  Prinsip-Prinsip, Metode dan Teknik  Supervisi Manajerial 
1).  Prinsip-Prinsip Supervisi Manajerial 
Prinsip-prinsip  supervisi 
manajerial  pada  hakikatnya 
tidak  berbeda dengan supervisi
akademik, yaitu: 
a.
harus menjauhkan diri dari sifat otoriter, seperti ia bertindak sebagai atasan
dan kepala Sekolah/guru sebagai bawahan. 
b.
Supervisi  harus  mampu 
menciptakan  hubungan  kemanusiaan 
yang harmonis. Hubungan 
kemanusiaan  yang diciptakan  harus 
bersifat terbuka, kesetiakawanan, dan informal (Dodd, 1972). 
c.  Supervisi 
harus  dilakukan  secara 
berkesinambungan.  Supervisi bukan  tugas 
bersifat  sambilan  yang 
hanya  dilakukan  sewaktu-waktu 
jika  ada  kesempatan (Alfonso  dkk., 
1981  dan  Weingartner, 1973).  
d.  Supervisi 
harus  demokratis.  Supervisor 
tidak  boleh  mendominasi pelaksanaan supervisi. Titik
tekan supervisi yang demokratis adalah aktif dan kooperatif.  
e.  Program 
supervisi  harus  integral. 
.  Di  dalam 
setiap  organisasi pendidikan  terdapat 
bermacam-macam  sistem  perilaku 
dengan tujuan sama, yaitu tujuan pendidikan (Alfonso, dkk., 1981).  
f.  Supervisi 
harus  komprehensif.  Program 
supervisi  harus  mencakup keseluruhan  aspek, 
karena  hakikatnya  suatu 
aspek  pasti  terkait dengan aspek lainnya.  
g.  Supervisi 
harus  konstruktif.  Supervisi 
bukanlah  sekali-kali  untuk mencari kesalahan-kesalahan kepala
Sekolah/ guru.  
h.  Supervisi 
harus  obyektif.  Dalam 
menyusun,  melaksanakan,  dan mengevaluasi,  keberhasilan 
program  supervisi  harus 
obyektif. Obyektivitas  dalam  penyusunan 
program  berarti  bahwa 
program supervisi    itu
harus  disusun  berdasarkan 
persoalan  dan  kebutuhan nyata yang dihadapi Sekolah.  
2). Metode dan Teknik Supervisi Manajerial
Berikut  ini 
akan  diuraikan  tentang 
beberapa  metode  supervisi manajerial,  yaitu: 
monitoring  dan  evaluasi, 
refleksi  dan FGD,  metode Delphi, dan Workshop. 
a.  Monitoring dan
Evaluasi 
Metode  utama 
yang   harus  dilakukan 
oleh  pengawas Sekolah dalam supervisi
manajerial adalah monitoring dan evaluasi. 
1). Monitoring 
Monitoring  adalah 
suatu  kegiatan untuk  mengetahui perkembangan pelaksanaan  penyelenggaraan Sekolah,  apakah 
sudah  sesuai  dengan rencana,  program, 
dan/atau  standar  yang 
telah  ditetapkan,  serta menemukan hambatan-hambatan yang harus
diatasi dalam pelaksanaan program 
(Rochiat,  2008:  115). 
Monitoring  lebih  berpusat 
pada pengontrolan  selama  program 
berjalan  dan lebih  bersifat 
klinis.  Melalui monitoring,  dapat 
diperoleh  umpan  balik 
bagi Sekolah atau  pihak  lain yang 
terkait  untuk  menyukseskan 
ketercapaian  tujuan.  Aspek-aspek yang dicermati dalam  monitoring adalah hal-hal yang dikembangan
dan dijalankan  dalam  Rencana 
Pengembangan  Sekolah  (RPS). 
Dalam melakukan  monitoring  ini 
tentunya  pengawas  harus 
melengkapi  diri dengan  parangkat 
atau  daftar  isian 
yang  memuat  seluruh 
indikator sekolah yang harus diamati dan dinilai.  
2). Evaluasi 
Kegiatan  evaluasi 
untuk  mengetahui  sejauhmana 
kesuksesan pelaksanaan 
penyelenggaraan  sekolah  atau 
sejauhmana  keberhasilan  yang telah 
dicapai  dalam  kurun 
waktu  tertentu.  Tujuan 
evaluasi  utamanya  adalah untuk 
(a) 
mengetahui  tingkat  keterlaksanaan  program, 
(b)  mengetahui keberhasilan  program, 
(c) 
mendapatkan  bahan/masukan  dalam 
perencanaan tahun 
berikutnya,  dan  
(d) 
memberikan  penilaian  (judgement) 
terhadap Sekolah. 
b. Diskusi Kelompok Terfokus (Focused Group Discussion) 
Hasil  monitoring 
yang  dilakukan  pengawas 
hendaknya  disampaikan secara
terbuka kepada pihak Sekolah, terutama kepala Sekolah, komite Sekolah dan  guru. 
Secara  bersama-sama  pihak 
Sekolah  dapat  melakukan 
refleksi terhadap  data  yang 
ada,  dan  menemukan 
sendiri  faktor-faktor  penghambat serta  pendukung 
yang  selama  ini 
mereka  rasakan.  Forum 
untuk  ini  dapat berbentuk   Focused 
Group  Discussion  (FGD), 
yang  melibatkan  unsur-unsur stakeholder  Sekolah. 
Diskusi  kelompok  terfokus 
ini  dapat  dilakukan 
dalam beberapa  putaran  sesuai 
dengan  kebutuhan.  Tujuan FGD 
adalah  untuk menyatukan
sudut  pandang stakeholder mengenai  realitas 
kondisi  (kekuatan dan kelemahan)
sekolah, serta menentukan 
langkah-langkah strategis maupun operasional  yang 
akan  diambil  untuk 
memajukan sekolah.  Peran  pengawas dalam  hal 
ini  adalah  sebagai 
fasilitator  sekaligus  menjadi 
narasumber  apabila diperlukan,  untuk 
memberikan  masukan  berdasarkan 
pengetahuan  dan pengalamannya.  
Agar
FGD dapat  berjalan  efektif, 
maka  diperlukan  langkah-langkah  sebagai berikut: 
1)  Sebelum FGD
dilaksanakan, semua peserta sudah mengetahui maksud diskusi serta permasalahan
yang akan dibahas. 
2)  Peserta
FGD  hendaknya  mewakili 
berbagai  unsur,  sehingga 
diperoleh pibu/bapangan yang berragam dan komprehensif. 
3)  Pimpinan  FGD 
hendaknya  akomodatif  dan 
berusaha  menggali pikiran/ibu/bapak
peserta dari sudut pandang  masing-masing
unsur.  
4)  Notulen  hendaknya 
benar-benar  teliti  dalam 
mendokumentasikan usulan atau sudut pandang semua pihak. 
5)  Pimpinan FGD
hendaknya  mampu  mengontrol 
waktu  secara  efektif, dan mengarahkan pembicaraan agar
tetap fokus  pada permasalahan. 
6)  Apabila  dalam 
satu pertemuan  belum  diperoleh 
kesimpulan  atau kesepakatan, maka
dapat dilanjutkan pada putaran berikutnya. Untuk ini  diperlukan 
catatan  mengenai  hal-hal 
yang  telah  dan 
belum disepakati. 
c. Metode Delphi 
Metode
Delphi dapat  digunakan  oleh 
pengawas  dalam  membantu 
pihak Sekolah merumuskan 
visi,  misi  dan 
tujuannya.  Sesuai  dengan 
konsep  MBS. Dalam  merumuskan 
Rencana  Pengembangan Sekolah
(RPS)  sebuah sekolah harus memiliki
rumusan visi, misi dan tujuan yang jelas dan realistis yang digali dari  kondisi sekolah,  peserta 
didik,  potensi  daerah, 
serta  pibu/bapangan seluruh
stakeholder.  
Metode
Delphi dapat disampaikan oleh pengawas kepada kepala sekolah ketika  hendak 
mengambil  keputusan  yang 
melibatkan  banyak  pihak. Langkah-langkahnya menurut Gordon
(1976: 26-27) adalah sebagai: 
1). 
Mengidentifikasi individu atau pihak-pihak yang dianggap memahami persoalan  dan 
hendak  dimintai  pendapatnya 
mengenai pengembangan Sekolah; 
2). 
Masing-masing  pihak  diminta 
mengajukan  pendapatnya  secara tertulis tanpa disertai
nama/identitas; 
3). 
Mengumpulkan  pendapat  yang 
masuk,  dan  membuat 
daftar urutannya sesuai dengan jumlah orang yang berpendapat sama. 
4).  Menyampaikan
kembali daftar rumusan pendapat dari berbagai pihak tersebut untuk diberikan
urutan prioritasnya. 
5). 
Mengumpulkan  kembali  urutan 
prioritas  menurut  peserta, 
dan menyampaikan  hasil  akhir 
prioritas  keputusan  dari 
seluruh  peserta yang dimintai
pendapatnya.  
d.  Workshop 
Workshop  atau 
lokakarya  merupakan  salah 
satu    metode  yang 
dapat ditempuh pengawas dalam melakukan supervisi manajerial. Metode ini
tentunya bersifat kelompok dan dapat melibatkan beberapa kepala Sekolah, wakil
kepala Sekolah dan/atau  perwakilan  komite sekolah.  Penyelenggaraan  workshop 
ini tentu  disesuaikan  dengan 
tujuan  atau  urgensinya, 
dan  dapat  diselenggarakan bersama  dengan 
Kelompok  Kerja  Kepala Sekolah,  Kelompok 
Kerja  Pengawas Sekolah  atau 
organisasi  sejenis  lainnya.   
Sebagai  contoh,  pengawas 
dapat mengambil inisiatif untuk mengadakan workshop tentang pengembangan
KTSP, sistem administrasi, peran serta masyarakat, sistem penilaian dan
sebagainya. 
Agar  pelaksanaan workshop berjalan  efektif, 
perlu  dilakukan  langkah-langkah sebagai berikut. 
a. Menentukan 
materi  atau  substansi 
yang  akan  dibahas 
dalam workshop.Materi 
workshop  biasanya  terkait 
dengan  sesuatu  yang 
bersifat praktis,  walaupun  tidak 
terlepas  dari  kajian 
teori  yang  diperlukan sebagai acuannya. 
b. Menentukan 
peserta.  Peserta  workshop 
hendaknya  mereka  yang 
terkait dengan materi yang dibahas. 
c. Menentukan 
penyaji  yang  membawakan 
kertas  kerja.  Kriteria 
penyaji workshop antara lain: 
1)  Seorang
praktisi yang benar-benar melakukan hal yang dibahas. 
2)  Memiliki
pemahaman dan ibu/bapak teori yang memadai. 
3) Memiliki 
kemampuan  menulis  kertas 
kerja,  disertai  contoh-contoh praktisnya. 
4)  Memiliki
kemampuan presentasi yang baik. 
5) Memiliki kemampuan untuk memfasilitasi/membimbing
peserta. 
     d.  Mengalokasikan waktu yang cukup.
e. Mempersiapkan sarana dan fasilitas yang memadai.
Dalam
pelaksanaan supervisi manajerial, pengawas dapat menerapkan teknik supervisi  individual 
dan  kelompok.  Teknik 
supervisi  individual  di 
sini  adalah pelaksanaan  supervisi 
yang  diberikan  kepada 
kepala Sekolah  atau  personil lainnya yang mempunyai masalah
khusus dan bersifat perorangan.  Teknik
supervisi kelompok adalah satu cara melaksanakan program supervisi yang
ditujukan pada dua orang atau lebih. Kepala-kepala sekolah yang diduga, sesuai  dengan 
analisis  kebutuhan,  memiliki 
masalah  atau  kebutuhan 
atau kelemahan-kelemahan 
yang  sama  dikelompokkan 
atau  dikumpulkan  menjadi satu/bersama-sama.  Kemudian 
kepada  mereka  diberikan 
layanan  supervisi sesuai dengan
permasalahan atau kebutuhan yang mereka hadapi.
Referensi:
Alfonso,
RJ., Firth, G.R., dan Neville, R.F.1981. Instructional Supervision, A Behavior
System, Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Danim,
Sudarwan. 2006. Visi Baru Manajemen Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1982.  Alat
Penilaian Kemampuan Guru: Buku I. Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Guru.
----------------.
1982. Panduan Umum Alat Penilaian Kemampuan Guru. Jakarta: Proyek Pengembangan
Pendidikan Guru.
--------------.
1996. Pedoman Kerja Pelaksanaan Supervisi, Jakarta: Depdikbud
--------------
.1996. Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya
           Jakarta: Depdikbud.
 --------------.1997. Pedoman Pembinaan  Profesional Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Dasar
--------------.
1997. Pedoman Pengelolaan Gugus Sekolah: Jakarta: Proyek  Peningkatan Mutu Sekolah Dasar, TK dan SLB
--------------.1998.
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas
            
Sekolah dan Angka Kreditnya, Jakarta: Depdikbud.
---------------.
2003. Pedoman Supervisi Pengajaran. Jakarta: Ditjen Dikdasmen.
Glickman,
C.D 1995. Supervision of Instruction. Boston: Allyn And Bacon Inc.
Gwynn,
J.M. 1961. Theory and Practice of Supervision. New York: Dodd, Mead &
Company.
McPherson,
R.B., Crowson, R.L., & Pitner, N.J. 1986. Managing Uncertainty:
Administrative Theory and Practice in Education. Columbus, Ohio: Charles E.
Merrill Pub. Co.
Oliva,
Peter F. 1984. Supervision For Today’s School. New York: Longman.
Pidarta,
Made. 1992. Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Purwanto,
Ngalim.2003. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Rosdakarya 
Sergiovanni,
T.J. 1982. Editor. Supervision of Teaching. Alexandria: Association for Supervision
and Curriculum Development.
Sergiovanni,
T.J. 1987. The Principalship, A Reflective Practice Perspective. Boston: Allyn
and Bacon.
Sergiovanni,
T.J. dan R.J. Starrat. 1979. Supervision: Human Perspective. New York:
McGraw-Hill Book Company.
Demikian penjelasan tentang Pengertian Supervisi Manajerial, Metode Supervisi Manajerial dan Teknik Supervisi Manajerial. Semoga ada manfaatnya, terima kasih. 

Terima kasih, http://arenamodel.blogspot.com/
BalasHapus