Pada pembelajaran kali ini kita akan membahas Level Kognitif dalam Taksonomi SOLO dan Perbandingannya dengan Taksonomi Bloom. Sebagaimana diketahui Taksonomi SOLO (Structure of Observed Learning Outcomes) adalah kerangka konseptual yang dikembangkan oleh John Biggs dan Kevin Collis untuk menilai kualitas hasil belajar peserta didik berdasarkan tingkat kompleksitas respons mereka terhadap suatu tugas. Berbeda dengan pendekatan yang hanya mengukur seberapa banyak informasi yang diingat, Taksonomi SOLO lebih menekankan pada seberapa mendalam dan terstruktur pemahaman peserta didik terhadap suatu konsep. Pendekatan ini sangat relevan dalam konteks pembelajaran yang menekankan pemahaman konseptual dan pengembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Taksonomi
SOLO terdiri dari lima level kognitif yang menggambarkan perkembangan pemahaman
peserta didik dari yang paling sederhana hingga kompleks. Setiap level
mencerminkan karakteristik pemahaman tertentu dan diikuti oleh kata kerja
operasional yang menggambarkan aktivitas belajar yang sesuai dengan level
tersebut.
Level
pertama adalah Prestruktural, yaitu tingkat di mana peserta didik belum memahami
konsep yang sedang dipelajari, bahkan respons mereka tidak relevan dengan tugas
yang diberikan. Pada level ini, peserta didik mungkin menunjukkan kebingungan
atau memberikan jawaban yang keliru. Kata kerja operasional pada level ini
antara lain: mengidentifikasi secara keliru, menebak, atau menyebutkan tanpa
pemahaman.
Level
kedua adalah Unistruktural, yaitu tingkat di mana peserta didik mulai memahami
satu aspek dari suatu konsep. Mereka mampu menyebutkan fakta atau informasi
sederhana, namun belum dapat mengaitkannya dengan aspek lain. Kata kerja
operasional yang relevan mencakup: menyebutkan, mengidentifikasi, mencocokkan,
dan menjelaskan secara sederhana.
Level
ketiga adalah Multistruktural, di mana peserta didik memahami beberapa aspek
dari suatu konsep, tetapi belum mengaitkan antar-aspek tersebut menjadi satu
kesatuan yang utuh. Pemahaman masih bersifat terpisah-pisah. Kata kerja
operasional yang digunakan pada level ini antara lain: mendeskripsikan,
mendaftar, menjelaskan, mengumpulkan, dan mengklasifikasi.
Level
keempat adalah Relasional, yakni saat peserta didik mampu mengintegrasikan
beberapa aspek konsep menjadi satu pemahaman yang kohesif. Mereka dapat
menjelaskan hubungan antar unsur, menyusun struktur logis, serta menerapkan
pengetahuan dalam konteks yang bermakna. Kata kerja operasional pada level ini
mencakup: membandingkan, menganalisis, menghubungkan, menjelaskan hubungan,
menyimpulkan, dan menerapkan.
Level
kelima adalah Abstrak yang Diperluas (Extended Abstract), yang menunjukkan bahwa
peserta didik tidak hanya mampu mengintegrasikan dan memahami konsep, tetapi
juga menggeneralisasi dan mentransfer pemahaman tersebut ke konteks baru.
Mereka mampu membuat hipotesis, menciptakan gagasan baru, serta merefleksikan
makna secara lebih luas. Kata kerja operasional pada level ini meliputi:
mensintesis, merancang, mencipta, menggeneralisasi, mengevaluasi, dan
merefleksi.
Berikut ini tabel Level Kognitif dalam
Taksonomi SOLO dan Kata Kerja Operasional
Level Kognitif |
Kata Kerja
Operasional |
Prestruktural |
Mengidentifikasi
secara keliru, menebak, menyebutkan tanpa pemahaman |
Unistruktural |
Menyebutkan,
mengidentifikasi, mencocokkan, menjelaskan secara sederhana |
Multistruktural |
Mendeskripsikan,
mendaftar, menjelaskan, mengumpulkan, mengklasifikasi |
Relasional |
Membandingkan,
menganalisis, menghubungkan, menjelaskan hubungan, menyimpulkan, menerapkan |
Abstrak yang
Diperluas (Extended Abstract) |
Mensintesis,
merancang, mencipta, menggeneralisasi, mengevaluasi, merefleksi |
Apabila dibandingkan dengan Taksonomi Bloom, yang terdiri dari enam level
kognitif yaitu Mengingat (Remember), Memahami (Understand), Menerapkan (Apply),
Menganalisis (Analyze), Mengevaluasi (Evaluate), dan Mencipta (Create),
terdapat kesamaan dan perbedaan yang signifikan. Kedua taksonomi ini sama-sama
bertujuan untuk mengukur perkembangan kognitif peserta didik dan mendorong
pembelajaran bermakna. Namun, Taksonomi Bloom lebih bersifat hierarkis linier,
sementara Taksonomi SOLO bersifat progresif terintegrasi yang menekankan
struktur pemahaman konseptual.
Level
Unistruktural dan Multistruktural dalam SOLO dapat dikaitkan dengan level
Mengingat dan Memahami dalam Bloom. Level Relasional dalam SOLO memiliki
kesetaraan dengan level Menerapkan dan Menganalisis, di mana peserta didik
mulai menghubungkan konsep dan menerapkannya. Sementara itu, level Extended
Abstract dalam Taksonomi SOLO setara dengan level tertinggi dalam Bloom, yaitu Mengevaluasi
dan Mencipta, yang menunjukkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, kreativitas,
dan generalisasi pemahaman.
Bagaimana hubungan Taksonomi SOLO dan Bloom dengan Pengalaman Belajar yang harus
dikembangkan dalam Pembelajaran Mendalam. Dalam buku naskah akademik Pembelajaran
Mendalam (Deep Learning) terdapat 3 pengalaman Belajar yang harus dikembangkan
oleh guru yaitu: Memahami, Menerapkan, dan Merefleksikan (3M). Pendekatan ini
berfokus pada pencapaian kompetensi yang bermakna dan kontekstual, serta
mendorong siswa untuk belajar secara aktif dan reflektif.
Berikut adalah penjelasan detail masing-masing komponen
3M:
1. Memahami
Tahap ini menekankan
pada pemahaman konsep dan makna dari materi atau pengalaman belajar yang sedang
dipelajari. Siswa tidak hanya menghafal informasi, tetapi mampu mengaitkan
informasi tersebut dengan pengetahuan yang telah dimilikinya, serta memahami
keterkaitan antar konsep.
Tujuan adalah a) Siswa
memahami makna dari apa yang dipelajari; b) Siswa dapat Menghubungkan
pengetahuan baru dengan pengalaman atau pengetahuan sebelumnya; c) Siswa mampu
membangun dasar berpikir kritis dan analitis.
Contoh kegiatan antara
lain Diskusi kelompok kecil tentang topik yang sedang dipelajari; Mengidentifikasi
masalah dari konteks kehidupan nyata; Membaca teks dan menguraikan gagasan
utama serta pesan tersembunyi.
2. Menerapkan
Pada tahap ini, siswa
diajak untuk menerapkan pemahamannya dalam situasi nyata atau kontekstual. Ini
bisa berupa penerapan konsep dalam pemecahan masalah, membuat produk, atau
menyelesaikan proyek.
Tujuannya antara lain
a) Siswa mampu menggunakan pengetahuan yang dimilikinya secara praktis dan
bermakna; b) Meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan problem solving; c) Menumbuhkan
kemandirian dan tanggung jawab dalam proses belajar.
Contoh kegiatan: Menyelesaikan
studi kasus dengan menerapkan teori yang telah dipelajari; Melakukan eksperimen
atau proyek berbasis masalah (problem-based learning); Menulis laporan, membuat
infografis, video, atau bentuk karya lainnya.
3. Merefleksikan
Ini adalah tahap
penting yang sering terabaikan. Siswa diajak untuk merenungkan kembali apa yang
telah dipelajari, bagaimana proses belajarnya, serta dampaknya bagi dirinya.
Refleksi dapat membantu memperkuat pemahaman dan memandu pembelajaran
selanjutnya.
Tujuan adalah Siswa
mengevaluasi hasil dan proses belajarnya; mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan dalam pemahaman serta strategi belajar. Dan meningkatkan kesadaran
diri (self-awareness) dan metakognisi.
Contoh kegiatan: Menulis
jurnal reflektif setelah pembelajaran; Diskusi kelas mengenai apa yang telah
dipelajari dan tantangan yang dihadapi; Mengisi lembar refleksi yang
mengarahkan siswa untuk berpikir kritis terhadap proses belajar mereka, dll.
Jadi Pengalaman Belajar 3M: Memahami – Menerapkan –
Merefleksikan merupakan bagian dari pembelajaran yang berpusat pada siswa dan
berorientasi pada proses serta hasil belajar yang bermakna. Ketiga tahap ini
tidak harus selalu linier, namun saling melengkapi dan harus muncul secara
seimbang dalam proses pembelajaran untuk menciptakan pengalaman belajar yang
utuh dan mendalam.
Berikut ini Perbandingannya Taksonomi SOLO dengan
Taksonomi Bloom serta dengan Pengalaman
Belajar dalam Pembelajaran Mendalam.
Berdasarkan uraian di atas, pemahaman terhadap
Taksonomi SOLO memberikan perspektif yang mendalam mengenai bagaimana hasil
belajar peserta didik dapat diamati dan ditingkatkan secara bertahap. Dalam
praktik pendidikan, khususnya dalam Kurikulum Merdeka, penerapan Taksonomi SOLO
dapat menjadi pendekatan yang efektif untuk mendesain asesmen dan strategi
pembelajaran yang menantang, bermakna, menggembirakan dan mendorong peserta didik untuk membangun
pengetahuan secara mandiri dan reflektif. Pemahaman tentang hubungan antara
Taksonomi SOLO dan Taksonomi Bloom dan
Pengalaman Belajar dalam Pembelajaran Mendalam juga membantu guru
dalam menyusun tujuan pembelajaran dan merancang aktivitas belajar yang sesuai
dengan tingkat perkembangan kognitif peserta didik.
Posting Komentar untuk "LEVEL KOGNITIF DALAM TAKSONOMI SOLO "
Maaf, Komentar yang disertai Link Aktif akan terhapus oleh sistem