Lompat ke konten
Home » Pengertian dan Langkah-Langkah Penelitian Studi Kasus

Pengertian dan Langkah-Langkah Penelitian Studi Kasus

  • oleh
Pengertian dan Langkah-Langkah Penelitian Studi Kasus

Pengertian dan Langkah-Langkah Penelitian Studi Kasus. Apa yang diketahui tentang Studi Kasus dan bagaimana Langkah-Langkah Penelitian Studi Kasus. Studi kasus merupakan metode pengumpulan data secara komprehensif yang meliputi aspek fisik dan psikologis individu, dengan tujuan memperoleh pemahaman secara mendalam dan memberikan solusi terhadap permasalahan yang dikaji atau diteliti.

 

Jenis-jenis Studi Kasus, yaitu

a.  Studi kasus kesejarahan mengenai organisasi, dipusatkan pada perhatian organisasitertentu dan dalam kurun waktu tertentu, dengan rnenelusuri perkembangan organisasinya. Studi kasus ini sering kurang memungkinkan untuk diselenggarakan, karena sumbernya kurang mencukupi untuk dikerjakan secara minimal.

b.  Studi kasus observasi, mengutamakan teknik pengumpulan datanya melalui observasi peran-serta atau pelibatan (participant observation), sedangkan fokus studinya pada suatu organisasi tertentu.. Bagian-bagian organisasi yang menjadi fokus studinya antara lain: (a) suatu tempat tertentu di dalam sekolah; (b) satu kelompok siswa; (c) kegiatan sekolah.

c.   Studi kasus sejarah hidup, yang mencoba mewawancarai satu orang dengan maksud mengumpulkan narasi orang pertama dengan kepemilikan sejarah yang khas. Wawancara sejarah hidup biasanya mengungkap konsep karier, pengabdian hidup seseorang, dari lahir hingga sekarang.

d.  Studi kasus kemasyarakatan, merupakan studi tentang kasus kemasyarakatan (community study) yang dipusatkan pada suatu lingkungan tetangga atau masyarakat sekitar (kornunitas), bukannya pada satu organisasi tertentu.

e.  Studi kasus analisis situasi, jenis studi kasus ini mencoba menganalisis situasi terhadap peristiwa atau kejadian tertentu. Misalnya terjadinya pengeluaran siswa pada sekolah tertentu, maka haruslah dipelajari dari sudut pandang semua pihak yang terkait, mulai dari siswa itu sendiri, teman-temannya, orang tuanya, kepala sekolah, guru dan mungkin tokoh kunci lainnya.

f.    Mikroethnografi, merupakan jenis studi kasus yang dilakukan pada unit organisasi yang sangat kecil, seperti suatu bagian sebuah ruang kelas atau suatu kegiatan organisasi yang sangat spesifik pada anak-anak yang sedang belajar menggambar.

 

Tujuan penggunaan penelitian studi kasus adalah tidak sekedar untuk menjelaskan seperti apa obyek yang diteliti, tetapi untuk menjelaskan bagaimana keberadaan dan mengapa kasus tersebut dapat terjadi. Dengan kata lain, penelitian studi kasus bukan sekedar menjawab pertanyaan penelitian tentang ‘apa’ (what) obyek yang diteliti, tetapi lebih menyeluruh dan komprehensif lagi adalah tentang ‘bagaimana’ (how) dan ‘mengapa’ (why) obtek tersebut terjadi dan terbentuk sebagai dan dapat dipandang sebagai suatu kasus. Sementara itu, strategi atau metoda penelitian lain cenderung menjawab pertanyaan siapa (who), apa (what), dimana (where), berapa (how many) dan seberapa besar (how much).

 

Berkaitan dengan metodelogi penelitian kasus, terdapat beberapa hal yang perlu dipahami, yakni

a)        Dalam studi kasus, peneliti menjadi instrumen kunci (the key instrument). Sebagai instrumen kunci, kehadiran dan keterlibatan peneliti di lapangan lebih diutamakan. Oleh karena itu dalam studi kasus, peneliti harus menyadari bahwa dirinya merupakan perencana, pengumpul dan penganalisa data, sekaligus menjadi pelapor dari hasil penelitiannya sendiri. Kehadiran dan keterlibatan peneliti dilapangan diketahui secara terbuka oleh subjek penelitian.

b)        Empat bentuk analisis data beserta interpretasinya dalam penelitian studi kasus, yaitu: (1) pengumpulan kategori, peneliti mencari suatu kumpulan dari contoh-contoh data serta berharap menemukan makna yang relevan dengan isu yang akan muncul; (2) interpretasi langsung, peneliti studi kasus melihat pada satu contoh serta menarik makna darinya tanpa mencari banyak contoh. (3) peneliti membentuk pola dan mencari kesepadanan antara dua atau lebih kategori.; (4) pada akhirnya, peneliti mengembangkan atau menyusun generalisasi (simpulan)

c)         Batas akhir penelitian dalam Studi kasus tidak bisa ditentukan sebelumnya seperti dalam penelitian kuantitatif, tetapi dalam proses penelitian sendiri.  Akhir masa penelitian terkait dengan masalah, kedalaman dan kelengkapan data yang diteliti.

 

Adapun Langkah-Langkah Penelitian Studi Kasus adalah sebagai berikut

a)    Pemilihan kasus: dalam pemilihan kasus hendaknya dilakukan secara bertujuan (purposive) dan bukan secara rambang. Kasus dapat dipilih oleh peneliti dengan menjadikan objek orang, lingkungan, program, proses, dan masvarakat atau unit sosial. Ukuran dan kompleksitas objek studi kasus haruslah masuk akal, sehingga dapat diselesaikan dengan batas waktu dan sumbersumber yang tersedia;

b)    Pengumpulan data: terdapat beberapa teknik dalarn pengumpulan data, tetapi yang lebih dipakai dalarn penelitian kasus adalah observasi, wawancara, dan analisis dokumentasi. Peneliti sebagai instrurnen penelitian, dapat menyesuaikan cara pengumpulan data dengan masalah dan lingkungan penelitian, serta dapat mengumpulkan data yang berbeda secara serentak;

c)    Analisis data: setelah data terkumpul peneliti dapat mulai mengagregasi, mengorganisasi, dan mengklasifikasi data menjadi unit-unit yang dapat dikelola. Agregasi merupakan proses mengabstraksi hal-hal khusus menjadi hal-hal umum guna menemukan pola umum data. Data dapat diorganisasi secara kronologis, kategori atau dimasukkan ke dalam tipologi. Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu pengumpulan data dan setelah semua data terkumpul atau setelah selesai dan lapangan;

d)    Perbaikan (refinement): meskipun semua data telah terkumpul, dalam pendekatan studi kasus hendaknya clilakukan penvempurnaan atau penguatan (reinforcement) data baru terhadap kategori yang telah ditemukan. Pengumpulan data baru mengharuskan peneliti untuk kembali ke lapangan dan barangkali harus membuat kategori baru, data baru tidak bisa dikelompokkan ke dalam kategori yang sudah ada;

e)    Penulisan laporan: laporan hendaknya ditulis secara komunikatif, rnudah dibaca, dan mendeskripsikan suatu gejala atau kesatuan sosial secara jelas, sehingga rnernudahkan pembaca untuk mernahami seluruh informasi penting. Laporan diharapkan dapat membawa pembaca ke dalam situasi kasus kehiclupan seseorang atau kelompik.

 

Cara Pengambilan data studi kasus menurut Yin

Yin mengungkapkan bahwa terdapat enam bentuk pengumpulan data dalam studi kasus yaitu: (1) dokumentasi yang terdiri dari surat, memorandum, agenda, laporan-laporan suatu peristiwa, proposal, hasil penelitian, hasil evaluasi, kliping, artikel; (2) rekaman arsip yang terdiri dari rekaman layanan, peta, data survei, daftar nama, rekaman-rekaman pribadi seperti buku harian, kalender dsb; (3) wawancara biasanya bertipe open-ended; (4) observasi langsung; (5) observasi partisipan dan (6) perangkat fisik atau kultural yaitu peralatan teknologi, alat atau instrumen, pekerjaan seni dll. Lebih lanjut Yin mengemukakan bahwa keuntungan dari keenam sumber bukti tersebut dapat dimaksimalkan bila tiga prinsip berikut ini diikuti, yaitu: (1) menggunakan bukti multisumber; (2) menciptakan data dasar studi kasus, seperti : catatan-catatan studi kasus, dokumen studi kasus, bahan-bahan tabulasi, narasi; (3) memelihara rangkaian bukti.

 

Dalam kaitanya dengan analisis dalam studi kasus, Yin (1998:140-150) membagi tiga teknik analisis untuk studi kasus, yaitu (1) penjodohan pola, yaitu dengan menggunakan logika penjodohan pola. Logika seperti ini membandingkan pola yang didasarkan atas data empirik dengan pola yang diprediksikan (atau dengan beberapa prediksi alternatif). Jika kedua pola ini ada persamaan, hasilnya dapat menguatkan validitas internal studi kasus yang bersangkutan; (2) pembuatan eksplanasi, yang bertujuan untuk menganalisis data studi kasus dengan cara membuat suatu eksplanasi tentang kasus yang bersangkutan dan (3) analisis deret waktu, yang banyak dipergunakan untuk studi kasus yang menggunakan pendekatan eksperimen dan kuasi eksperimen.

 

Adapun beberapa analisis struktur yang dapat digunakan adalah, sebagai berikut (Yin, 2003:169):

a)  Struktur linear, merupakan bentuk standar dalam laporan. Dimulai dengan subtopik yang mencakup isu/persoalan yang akan diteliti, temuan data yang dikumpulkan dan dianalisis, dan konklusi-konklusi serta implikasi-implikasi temuan tersebut.

b)  Struktur komparatif, merupakan bentuk-bentuk pengulangan studi kasus dan membandingkan alternatif deskripsi atau eksplanasi kasus yang sama. Tujuan pengulangan tersebut utk menunjukkan tingkat dimana fakta-fakta berkesesuaian dengan masing-masing model dan pengulangan tersbut benar-benar mengilustrasikan teknik penjodohan pola.

c)  Struktur kronologis, berupa peristiwa-peristiea yang disampaikan dalam urutan kronologis.

d)  Struktur pengembangan teori. Dalam analisis ini disajikan berdasarkan urutan-urutan logika pengembangan teori. Logika tersebut nantinya akan bergantung pada topik dan teori spesifik.

e)  Struktur ketegangan. Analisis ini sedikit beralawan dengan pendekatan analitis. Peneliti akan mengemukakan hasil penelitiannya di awal, bagian-bagian lain yang tersisa dan menegangkan akan dijelaskan secara menyebar selanjutnya. Sangat cocok untuk studi kasus eksplanatif.

f)   Struktur tak beraturan. Struktur ini dapat digunakan pada studi kasus deskriptif, yang mana tidak ada hal-hal khusus yang perlu ditekankan.

 

Buatkan Berikut ini contoh porosal Studi Kasus lengkap dengan Judul Penelitian ANALISIS KESALAHAN SINTAKSIS PADA KARANGAN NARASI EKSPOSITORIS SISWA (STUDI KASUS PADA SISWA KELAS VIII SMPN XXX)

 

A.  Latar Belakang Masalah

Bahasa  Indonesia  sudah  ditetapkan  sebagai  bahasa negara,  seperti  tercantum dalam  Pasal  36,  Undang-Undang  Dasar  1945.  Oleh  karena  itu,  semua  warga negara Indonesia  wajib  menggunakan  bahasa  Indonesia  dengan  baik  dan  benar (Arifin  dan  Hadi,  2009:  1).  Berdasarkan  kedudukannya  sebagai  bahasa  negara, bahasa  Indonesia  berfungsi  sebagai:  (a)  bahasa  resmi  negara,  (b)  bahasa pengantar  resmi  di  lembaga-lembaga  pendidikan,  (c)  bahasa  resmi  dalam perhubungan  pada  tingkat  nasional,  baik untuk  kepentingan  perencanaan  dan pelaksanaan  pembangunan  maupun  untuk  kepentingan  pemerintahan,  dan  (d) bahasa  resmi  di  dalam  kebudayaan  dan  pemanfaatan  ilmu  pengetahuan  dan teknologi modern (Setyawati, 2010: 1).

Berdasarkan kedudukan dan fungsinya, bahasa Indonesia dipakai sebagai alat komunikasi  dalam  berbagai  keperluan,  situasi,  dan  kondisi.  Dalam  praktik pemakaiannya,  bahasa  Indonesia  pada  dasarnya  beranekaragam.  Keanekaragaman  bahasa  atau  variasi  pemakaian  bahasa  bisa  diperhatikan  dari sarananya,  suasananya,  norma  pemakaiannya,  tempat  atau  daerahnya,  bidang penggunaannya, dan lain-lain. 

Berdasarkan  bidang  penggunaannya,  ragam  bahasa  dapat  dibedakan  atas ragam  bahasa  ilmu,  sastra,  hukum,  jurnalistik,  dan  sebagainya.  Ragam  bahasa ilmu adalah suatu ragam bahasa yang digunakan untuk mengkomunikasikan ilmu pengetahuan.  Ragam  bahasa  ilmu  digunakan  oleh  cendekiawan  dan  kaum terpelajar di seluruh Indonesia. Sifat bahasa Indonesia sebagai ragam bahasa ilmu antara  lain:  (a)  ragam  bahasa  ilmu  bukan  dialek,  (b)  ragam  bahasa  ilmu merupakan  ragam  resmi,  (c)  ragam  bahasa  ilmu  digunakan  para  cendekiawan untuk  mengkomunikasikan  ilmu, (d)  lebih diutamakan penggunaan kalimat pasif karena dalam kalimat itu peristiwa lebih dikemukakan daripada pelaku perbuatan, (e)  banyak  menggunakan  kata-kata  istilah  (kata-kata  digunakan  dalam  arti denotatif  bukan  dalam  arti  konotatif),  dan  (f)  konsisten  dalam  segala  hal, misalnya  dalam  penggunaan  istilah,  singkatan,  tanda-tanda,  dan  pronominal persona (Setyawati, 2010: 5-9).

Sebagai cendekiawan dan kaum terpelajar, para siswa dan mahasiswa dituntut untuk  bisa  menggunakan  bahasa  Indonesia  dengan  baik  dan  benar  dalam mengkomunikasikan  ilmunya.  Bahasa  Indonesia  yang  baik  adalah  bahasa Indonesia  yang  digunakan  sesuai  norma  kemasyarakatan  yang berlaku.  Bahasa Indonesia  yang  benar  adalah  bahasa  Indonesia  yang  digunakan  sesuai  dengan aturan  atau  kaidah  bahasa  Indonesia  yang  berlaku.  Jadi,  bahasa  Indonesia  yang baik  dan  benar  adalah  bahasa  Indonesia  yang  digunakan  sesuai  dengan  norma kemasyarakatan yang  berlaku  dan  sesuai  dengan  kaidah  bahasa  Indonesia  yang berlaku (Arifin dan Hadi, 2009: 11-12). 

Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, masih banyak siswa yang melakukan kesalahan  berbahasa.  Kesalahan  berbahasa  tidak  hanya  terdapat  pada  tuturan tetapi  juga  terdapat  pada  bahasa  tertulis.  Hal  ini  ditinjau  dari  ragam  bahasa berdasarkan  sarana  pemakaiannya  yaitu  ragam  lisan  dan  tulis  (Setyawati,  2010: 2).  Bahasa  tertulis  terikat  pada  aturan-aturan  kebahasaan,  seperti  ejaan,  susunan, sistematika,  dan  teknik-teknik  penulisan.  Apabila  siswa  tidak  memenuhi  aturan-aturan kebahasaan tertulis, terjadilah kesalahan kebahasaan. Salah satu kesalahan kebahasaan  tertulis    yang  masih  sering  dilakukan  siswa  adalah  kesalahan sintaksis. Ruang lingkup kesalahan sintaksis berkisar pada kesalahan diksi, frasa, klausa  dan  kalimat  berikut  alat-alat  sintaksis  yang  membentuk  unsur-unsur tersebut. Selain itu diangkatnya permasalahan ini karena dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa pemahaman dan penguasaan struktur bahasa khususnya pemilihan kata (diksi), frasa, klausa, dan kalimat dalam bahasa tulis yang dimiliki siswa rata-rata belum benar.

Menurut  hasil  penelitian  Musrifah  (1999),  kesalahan  sintaksis  masih  sering terjadi  pada  penyusunan  diksi,  frasa,  preposisi  dan  konjungsi.  Begitu  pula  hasil penelitian  Mardawaningsih  (1999)  yang  menunjukkan  bahwa  siswa  sering melakukan kesalahan dalam pemilihan dan penyusunan diksi. Dari beberapa hasil penelitian  tersebut  menunjukkan  bahwa  kemampuan  sintaksis  siswa rata-rata masih rendah. 

Kesalahan  bahasa  pada  dasarnya  disebabkan  pada  diri  orang  yang menggunakan bahasa yang bersangkutan bukan pada bahasa yang digunakannya. Ada  tiga  kemungkinan  penyebab  seseorang  dapat  salah  dalam  berbahasa,  antara lain: (a) terpengaruh bahasa yang lebih dahulu dikuasainya, (b) kekurangpahaman pemakai  bahasa  terhadap  bahasa  yang  dipakainya,  (c)  pengajaran  bahasa  yang kurang tepat atau sempurna (Setyawati, 2010: 15-16). 

Analisis kesalahan merupakan proses yang didasarkan pada analisis kesalahan orang  yang  sedang  belajar  dengan  objek  (yaitu  bahasa)  yang  sudah  ditargetkan. Bahasa  yang  ditargetkan  dapat  berupa  bahasa  ibu  maupun  bahasa  nasional  dan bahasa  asing.  Dalam  penelitian  ini  targetnya  adalah  bahasa  nasional.  Analisis kesalahan  dapat  berguna  sebagai  alat  pada  awal-awal  dan  selama  tingkat-tingkat variasi  program  pengajaran  target  dilaksanakan.  Tindakan  ini  pada  awalnya sebagai alat yang dapat membuka pikiran guru untuk mengatasi kerumitan bidang sintaksis  yang  dihadapkan  pada  murid.  Seperti  yang  diungkapkan  oleh  Hastuti (2003: 78) bahwa  jumlah  frekuensi kesalahan dapat sangat membantu penemuan linguistik  kontrastif.  Penemuan  ini  dapat  sangat  membantu  mengatur  materi pengajaran  dan  melaksanakan  pengajarannya.  Analisis  kesalahan  sintaksis  juga dapat  mengungkapkan  keberhasilan  dan  kegagalan  program  pembelajaran  yang dirancang oleh guru. Selain itu, analisis kesalahan sintaksis juga dapat digunakan sebagai  alat  untuk  mengukur  kemampuan  berbahasa  anak  didik  pada  umumnya. Hasil  dari  analisis kesalahan  sintaksis  dapat  digunakan  sebagai  bahan  untuk menerangkan  bagian-bagian  kesalahan  sintaksis  yang  sering  dilakukan  siswa, sehingga untuk selanjutnya kesalahan yang serupa dapat dikurangi. 

Supraba  (2008:  2)  mengungkapkan  bahwa  pengajaran  bahasa  Indonesia belum  memuaskan.  Hal  ini  didukung  oleh  banyaknya  keluhan  guru  SLTP  yang menyatakan  bahwa  murid-muridnya  kurang  mampu  menggunakan  bahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam menangkap pelajaran yang diberikan dan mengerjakan  tugas-tugas  tertulis.  Selanjutnya  Supraba  juga  memaparkan  bahwa pada  umumnya  ketidakmampuan  siswa  dalam  menggunakan  bahasa  Indonesia tampak pada pemakaian kalimat dalam karya tulis atau tulisannya. Dalam sebuah karya  tulis  atau  karangan,  kalimat  yang  baik  dapat  mengantar  pembaca pada maksud yang dipaparkan penulis. Oleh karena itu, untuk membuat suatu karangan yang  baik  siswa  harus  mengetahui  sistem  tata  bahasa  yang  baik  dan  benar  pula.

Rendahnya  penguasaan  tata  bahasa  akan  menghambat  siswa  untuk  menyusun karangan  dan  akibatnya  karangan  yang  dibuat  tidak  dapat  dipahami  maksudnya oleh pembaca. Hal ini tentu membuat para pemerhati bahasa akan mengernyitkan dahinya.

Menulis  sebuah  karangan  yang  baik  memerlukan  penguasaan  beberapa keterampilan. Misalnya keterampilan menyusun kalimat yang baik sesuai dengan ejaan  yang  telah  disempurnakan,  keterampilan  memilih  kata-kata  (diksi), keterampilan  dalam  menyusun  dan  menghubungkan  kata  satu  dengan  kata  yang lain agar hubungan antar kata menjadi jelas, dan sebagainya. Kalimat merupakan unsur  pembentuk  karangan  yang  terpenting.  Dapat  dikatakan  bahwa  karangan terdiri dari kalimat-kalimat yang disusun menjadi sebuah paragraf. Kejelasan dan kekuatan  sebuah  karangan  sebagian  besar  tergantung  pada  kalimat  yang membentuknya. 

Menulis  merupakan  keterampilan  berbahasa  yang  paling  sulit  dikuasai  oleh siswa.  Keterampilan  menulis  meliputi keterampilan-keterampilan  lain  yang  lebih khusus seperti penguasaan ejaan, konjungsi, preposisi, struktur kalimat, kosakata, dan  penyusunan  paragraf.  Pembelajaran  menulis  seharusnya  mendapatkan perhatian  lebih  dalam  agar  siswa  dapat  memahami  dan  menguasai  keterampilan ini.   Maksud dari  mendapatkan perhatian  lebih dalam  yaitu  bahwa dalam  belajar  menulis,  siswa  harus  diajak  dan  dilatih  menulis  secara  terus-menerus,  secara berkala  agar  siswa  bisa  mahir  menulis.  Latihan  menulis  di  sini  tidak  hanya sekedar  menulis  apa  yang  siswa  bisa  tetapi  juga  latihan  menulis  secara  baik  dan benar sesuai dengan kaidah tata bahasa Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang perlu diteliti dalam analisis  kesalahan  sintaksis  adalah  penyimpangan  pada  penyusunan  atau pemilihan  diksi,  preposisi,  konjungsi,  frasa,  klausa  dan  kalimat.  Kesalahan  atau penyimpangan  sintaksis  yang  dilakukan  siswa  terjadi  akibat  kekurangpahaman siswa  terhadap  kaidah  tata  bahasa  yang  digunakan  atau  mungkin  faktor  lain seperti kekhilafan atau kecerobohan yang dilakukan siswa. Selain itu, diambilnya permasalahan  ini  karena  dari  beberapa  penelitian  yang  pernah  dilakukan menunjukkan  bahwa  pemahaman  dan  penguasaan  serta  kemampuan menggunakan  struktur  bahasa  dalam  bahasa  tulis  yang  dimiliki  siswa  rata-rata masih rendah. Ketidakmampuan siswa dalam  menggunakan bahasa tampak pada pemakaian kalimat dalam karangan.

Berdasarkan  alasan-alasan  di  atas,  peneliti  tertarik  untuk  mengetahui  dan mempelajari  lebih  dalam  jenis  penyimpangan  atau  kesalahan  sintaksis  yang dilakukan  oleh  siswa, melalui studi kasus terhadap hasil karangan  narasi  ekspositoris  siswa  kelas  VIII  SMPN XXX Tahun ajaran 2014-2015.

 

B.  Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, persoalan utama yang muncul yang  memungkinkan  untuk  diteliti  atau  diselidiki  dalam  analisis  kesalahan sintaksis adalah sebagai berikut.

1.  Kesalahan penggunaan  alat  sintaksis  yang  berupa  diksi  yang  meliputi  urutan kata,  bentuk  kata,  dan  kata  tugas  (kata  depan  atau  preposisi,  konjungsi  atau kata  penghubung,  interjeksi  atau  kata  seruan,  artikel  atau  kata  sandang, partikel atau kata penegas).

2.  Kesalahan penggunaan konstruksi sintaksis yang berupa frasa.

3.  Kesalahan penggunaan konstruksi sintaksis yang berupa klausa.

4.  Kesalahan penggunaan konstruksi sintaksis yang berupa kalimat.

 

C.  Pembatasan Masalah

Permasalahan-permasalahan  yang telah diidentifikasi di atas merupakan  hal-hal  yang  sangat  penting  untuk  diteliti  karena  merupakan  masalah-masalah  yang sering  dihadapi  oleh  penulis.  Namun,  permasalahan-permasalahan  yang  telah diidentifikasi  tidak  semuanya  dibicarakan  tersendiri  karena  penulis mempertimbangkan  kemampuan,  waktu  dan  agar  penulis  dapat  memperoleh pembahasan  yang  lebih  mendalam  dari  hasil  penelitian  kesalahan  penggunaan sintaksis.  Selain  itu,  kesalahan  dalam  tataran  sintaksis  antara  lain  berupa: kesalahan  dalam  bidang  frasa  dan  kesalahan  dalam  bidang  kalimat (Setyawati, 2010:75). Kesalahan dalam penggunaan diksi sudah tentu berada di dalam bidang frasa dan  kalimat,  sehingga  kesalahan  diksi  tidak  dibicarakan  tersendiri.  Begitu juga  dengan  kesalahan  penggunaan  klausa.  Klausa  dapat  berpotensi  menjadi sebuah kalimat  jika  intonasinya  final.  Kesalahan  dalam  bidang  klausa  tidak dibicarakan tersendiri, tetapi  sekaligus  sudah  melekat dalam kesalahan di  bidang kalimat.

Berkenaan  dengan  hal  tersebut,  maka  peneliti  memfokuskan  penelitian sebagai berikut.

1.  Kesalahan penggunaan konstruksi sintaksis  yang  berupa  frasa pada karangan narasi ekspositoris siswa kelas VIII SMPN XXX.

2.  Kesalahan  penggunaan  konstruksi  sintaksis  yang  berupa  kalimat  pada karangan  narasi  ekspositoris  siswa  kelas  VIII  SMPN XXX.

D.  Rumusan Masalah

Berdasarkan  pembatasan  masalah  yang  telah  diuraikan,  dalam  penelitian  ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.

1.  Bagaimanakah  kesalahan  penggunaan  konstruksi  sintaksis  yang  berupa  frasa pada  karangan  narasi  ekspositoris  siswa  kelas  VIII  SMPN XXX?

2.  Bagaimanakah  kesalahan  penggunaan  konstruksi  sintaksis  yang  berupa kalimat  pada  karangan  narasi  ekspositoris  siswa  kelas  VIII  SMPN XXX?

E.  Tujuan

Penelitian  ini  bertujuan  untuk  mengetahui,  mendeteksi dan  mendeskripsikan bentuk-bentuk kesalahan sintaksis yang dilakukan siswa kelas VIII SMPN XXX yang meliputi:

1.  Kesalahan penggunaan  konstruksi  sintaksis  yang  berupa  frasa  pada  karangan narasi ekspositoris siswa kelas VIII SMPN XXX,

2.  Kesalahan  penggunaan  konstruksi  sintaksis  yang  berupa  kalimat  pada karangan  narasi  ekspositoris  siswa  kelas  VIII  SMPN XXX.

 

F.  Manfaat

  Penelitian  ini  diharapkan  dapat  memberikan  hasil  yang  bermanfaat  baik secara  langsung  bagi  pengembangan  ilmu,  maupun  bagi  kepentingan  praktis pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di dalam kelas.

1.  Manfaat Teoritis

Penelitian  ini  diharapkan  dapat  memberikan  informasi  dan  menambah wawasan  pengetahuan  dalam  bidang  linguistik  khususnya  dalam  aspek kebahasaan  yaitu  menulis  karangan  dengan  memperhatikan  unsur-unsur fungsional  kalimat  yaitu  sintaksis  berdasarkan  jenis  kesalahan  yang  dilakukan siswa. Selain itu, untuk merangsang diadakannya penelitian yang lebih mendalam bagi penelitian selanjutnya. 

2.  Manfaat Praktis

Secara  praktis  penelitian  ini  diharapkan  dapat  memberi  manfaat  baik  bagi guru  maupun  siswa  yang  menjadi  sasaran  utama  dalam  pembelajaran  bahasa. Bagi guru maupun siswa, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan kebahasaan dalam aspek menulis khususnya tentang ketepatan dan ketidaktepatan penggunaan  sintaksis  sebagai  unsur  dalam  kalimat.  Dengan  demikian, siswa diharapkan dapat menghindari kesalahan sintaksis dalam menulis karangan. 

 

G. Batasan Istilah

1.  Analisis  kesalahan  adalah penyelidikan  terhadap  suatu  hal  (karangan, peristiwa,  dan  sebagainya)  sebagai  teknik  untuk  mengidentifikasi, mengklasifikasikan,  dan menginterpretasikan  secara  urut  dan  sistematis kesalahan  kaidah  yang  telah  ditentukan  dalam  tataran  ilmu  kebahasaan (linguistik).

2.  Kesalahan  sintaksis  adalah  kesalahan struktur  pada  tataran  sintaksis  yang berupa kesalahan struktur frasa dan kesalahan struktur kalimat. 

3.  Karangan  adalah  hasil  perwujudan  ide,  gagasan  dan  pikiran  manusia  yang tersusun  dari  rangkaian  kata  demi  kata  yang  membentuk  sebuah  kalimat, paragraf  dan  akhirnya  menjadi  wacana  yang  mempunyai  tujuan  tertentu sehingga dapat dibaca dan dipahami maksudnya oleh pembaca.

4.  Karangan  narasi  adalah uraian  yang  menceritakan  atau  mengisahkan  sesuatu atau serangkaian kejadian, tindakan, keadaan secara berurutan dari permulaan sampai  akhir  dan  terlihat  rangkaian  hubungan  satu  sama  lain  sehingga pembaca  merasakan  seolah-olah  ia  sendirilah  yang  mengalami  peristiwa tersebut.

5.  Narasi  sugestif  adalah  uraian  yang disusun  dan  disajikan  dengan  berbagai macam  bentuk  sehingga  menimbulkan  daya  khayal  bagi  pembaca  dengan tujuan  menyampaikan  sebuah  makna  kepada  pembaca  melalui  daya  khayal yang dimilikinya.

6.  Narasi  ekspositoris  adalah narasi  yang  memiliki  sasaran  penyampaian informasi  secara  tepat  tentang  suatu  peristiwa  dengan  tujuan  memperluas pengetahuan  orang  tentang  kisah  seseorang.  Dalam  narasi  ekspositoris, penulis menceritakan suatu peristiwa berdasarkan data yang sebenarnya.

7.  Kesalahan frasa adalah kesalahan penggunaan sintaksis pada struktur frasa.

8. Kesalahan  kalimat  adalah  kesalahan penggunaan  sintaksis  pada  struktur kalimat.

 

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, E.  Zaenal    dan  Hadi,  Farid.  2009.  Seribu  Satu  Kesalahan  Berbahasa. Jakarta: AKA Press.

Hastuti, Sri. 2003. Sekitar Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia. Yogyakarta: PT Mitra Gama.

Keraf,  Gorys.  2003. Argumentasi  dan  Narasi.  Jakarta:  PT  Gramedia  Pustaka Utama.

 —————–.  2010.  Diksi  dan  Gaya Bahasa.  Jakarta:  PT  Gramedia  Pustaka Utama

Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Mardawaningsih,  Dwi.  1999. Analisis  Kesalahan  Kosakata  dan  Ketidakefektifan Kalimat  pada  Karangan  Siswa  Kelas  II  SLTP  Negeri  1 Playen  Gunung Kidul Yogyakarta. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.

Markhamah,  dkk.  2010. Sintaksis  2  (Keselarasan  Fungsi,  Kategori  &  Peran Dalam Klausa). Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Moeliono,  Anton  M,  dkk.  1993. Kamus  Besar  Bahasa  Indonesia.  Jakarta:  Balai Pustaka.

Musrifah, Nurul. 1999. Analisis Kesalahan Sintaksis Pada Karangan Siswa Kelas III  SLTP  Negeri  13  Yogyakarta  Tahun  Pelajaran  1998-1999.  Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.

Ramlan, M. 1996. Sintaksis. Yogyakarta: CV Karyono.

Setyawati,  Nanik.  2010. Analisis  Kesalahan  Berbahasa  Indonesia.  Surakarta:  Yuma Pustaka.

Supraba,  TH.  Ellisa  Tesdy.  2008. Analisis  Pola  Pengembangan  Paragraf  dalam Karangan Narasi  Siswa  Kelas  VIII  SMP  BOPKRI  3  Yogyakarta. Yogyakarta: FBS UNY.

Tarigan,  Henry  Guntur.  1987.  Pengajaran  Analisis  Kesalahan  Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Komunitas Belajar
error: Content is protected !!