Belajar
Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum
BAB I PENDAHULUAN
Pendidikan
merupakan proses interaksi antara pendidik dengan siswa dalam upaya membantu siswa
menguasai tujuan-tujuan pembelajaran. Proses pendidikan dapat berlangsung baik
dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Dalam
lingkungan keluarga interaksi terjadi antara orang tua dengan anaknya,
dilingkungan sekolah terjadi interaksi antara pendidik dengan siswa, sedangkan
dilingkungan masyarakat terjadi interaksi antar warga masyarakat yang berbeda
latarbelakangnya.
Interaksi
antara orangtua dengan anaknya di rumah berjalan tanpa adanya rencana yang
tertulis. Orangtua umumnya memepunyai harapan agar anaknya menjadi anak yang
saleh, pintar, sehat dan sebagainya. Mereka hanya bisa berencana tanpa tahu apa
yang harus diberikan dan bagaimana memberikan pendidikan supaya anak-anak
tersebut sesuai dengan harapan mereka. Orangtua dalam mendidik anaknya sering
tanpa dipersiapkan secara formal, karena interaksi antara orangtua dengan anak
sering tidak disadari. Setiap saat bertemu, bergaul, berdialog dan banyak
perilaku-perilaku spontan yang diberikan kepada mereka yang kemungkinan terjadi
kesalahan-kesalahan dalam mendidik.
Pendidikan yang
diberikan oleh orangtua tanpa dipersiapkan secara formal tetapi mereka menjadi
pendidik karena statusnya sebagai ayah dan ibu. Karena sifatnya yang tidak
formal, tidak memerlukan rancangan ynag konkret dan kadang tidak disadari maka
pendidik dalam hal demikian disebut pendidik informal.
Pendidikan yang lebih jelas bersifat formal terdapat
dalam lingkungan sekolah. Dilingkungan sekolah telah dipersiapkan guru sebagai
pendidik oleh lembaga pendidikan guru. Sebagai seorang pendidik, guru telah
dibina atau memiliki kepribadian sebagai pendidik. Secara legitimasi guru telah
diberi kewenangan oleh pejabat dengan surat keputusan untuk melaksanakan tugas
sebagai pendidik dengan rencana dan persiapan yang matang. Mereka mengajar
dengan tujuan yang jelas, bahan yang telah disusun dalam pembelajaran yang
dirancang secara cermat, guru melaksanakan pendidikan di sekolah secara formal.
Ciri pendidik formal antara lain adanya kurikulum yang jelas dan rinci,
dilaksanakan secara formal, terencana, diawasi, dinilai, diberikan oleh guru
yang mempunyai keterampilan dalam lingkungannya dengan aturan tertentu. Dari
ciri-ciri tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidik formal adalah
pendidik yang memiliki rancangan pendidikan atau kurikulum tertulis yang
tersusun secara sistematis, jelas dan rinci, dilaksanakan secara formal,
terencana, diawasi dan dinilai, diberikan oleh guru yang memiliki ilmu dan
keterampilan khusus di dalam bidang pendidikan, berlangsung dalam lingkungan
tertentu dengan fasilitas dan alat serta aturan-aturan tertentu pula.
Menurut Nana Syaodih
(1997:2), terdapat beberapa kelebihan pendidikan formal dibanding pendidikan informal. pertama memiliki lingkup
pendidikan yang lebih luas bukan hanya pembinaan dari segi-segi moral tetapi
juga ilmu pengetahuan dan keterampilan. Kedua pendidikan disekoalh dapat memberikan
pengetahuan yang lebih tinggi, lebih luas dan mendalam. Ketiga Karena memiliki
kurikulum, maka pendidikan di sekolah dilaksanakan secara terencana, sistematis
dan lebih disadari.
Dari uraian diatas
dapat kita pahami bahwa kurikulum dan pendidik merupakan syarat terjadinya
pendidikan di sekolah formal, karena kurikulum merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari pendidik atau pengajar di sekolah. Kedudukan kurikulum dalam
pengajaran sangat penting karena kurikulum merupakan pedoman untuk tercapainya
tujuan-tujuan pendidikan tertentu. Dalam kurikulum terdapat komponen-komponen
kurikulum yang harus dikuasai oleh pengajar antara lain tujuan, bahan ajar,
alat, metode dan penilaian (Nana Syaodih, 1997:3).
Menurut pandangan
lama kurikulum merupakan kumpulan mata pelajaran yang harus disampaikan guru
atau dipelajari oleh siswa. Anggapan demikian sekarang sudah tidak berlaku lagi
seiring dengan terus diadakannya pembaharuan dan pengembangan kurikulum.
Kurikulum yang berkembang sekarang adalah kurikulum yang telah beralih dari
menekankan pada isi menjadi lebih menekankan pada pengalaman belajar.
Konsep pengembangan
kurikulum saat ini yang lebih penting adalah konsep pengembangan tentang
kurikulum sebagai substansi, sebagai subyek, dan sebagai bidang studi. Sebagai
Substansi kurikulum merupakan suatu rencana kegiatan belajar bagi siswa di
sekolah atau sebagai suatu perangkat yang tujuan yang ingin dicapai. Kurikulum
sebagai system adalah bahwa kurikulum merupakan bagian dari system
persekolahan, system pendidikan, bahkan system masyarakat. Kurikulum sebagai
suatu bidang studi merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli
pendidikan dan pengajaran.
BAB II PERENCANAAN
DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
A. KONSEP PENGEMBANGAN KURIKULUM
Kurikulum
tidak hanya sekedar mempelajari mata pelajaran, tetapi lebih mengambangkan
pikiran, menambah wawasan, sera
mengambangkan pengetahuan yang dimiliki. Kurikulum lebih mempersiapkan peserta
siswa dalam memecahkan masalah individualnya maupun masalah yang dihadapi dalam
lingkungannya. Oleh karena itu kurikulum merupakan usaha sekolah untuk
mempengaruhi siswa agar mereka dapat belajar dengan baik di dalam kelas, di
halaman sekolah, maupun di luar lingkungan sekolah sehingga mereka menjadi
pribadi yang diharapkan.
Kurikulum
yang baik adalah kurikulum yang sifatnya berkesinambungan. Kurikulum tersebut
didesain sedemikian rupa sehingga tidak
menjadi jurang pemisah antara pendidikan dasar dengan pendidikan
selanjutnya. Beberapa pengertian kurikulum, (Syaeful Sagala, 2009 : 233),
sebagai berikut :
1. Dalam UU No. 20 tahun
2003 dikemukakan bahwa, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu.
2. Pengertian kurikulum menurut pandangan lama
bahwa, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa
untuk memperoleh ijazah. Kurikulum lama berorientasi pengalaman lampau tidak
berdasarkan suatu filsafat pendidikan yang jelas, mengutamakan perkembangan
pengetahuan akademik dan keterampilan terpusat pada mata pelajaran, teks book,
dan dikembangkan oleh guru secara perorangan.
3. Pendapat yang
baru/modern tentang kurikulum bahwa kurikulum diartikan secara luas bukan saja
terdiri dari mata pelajaran tetapi
meliputi semua kegiatan dan pengalaman yang menjadi tanggung jawab sekolah.
4. Konsep kurikulum
menurut Tanner and Tanner (1980), kurikulum sebagai modus mengajar,
sebagai pengetahuan yang diorganisasi, sebagai arena pengalaman, sebagai pengalaman
yang terbimbing, mencakup kegiatan-kegiatan pembelajaran yang masih harus
dikaji oleh guru, jalan meraih ijazah yang merupakan syarat mutlak dalam
pendidikan formal.
Dari
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
B. DIVERSIFIKASI KURIKULUM
Dalam implementasi kebijakan otonomi
daerah kewenangan pemerintah menurut PP No. 25 tahun 2000 tentang kebijakan
kurikulum adalah menetapkan standar nasional, kemudian dijelaskan GBHN 1999
pemerintah melakukan pembaharuan system pendidikan termasuk pembaharuan
kurikulum, berupa diversifikasi
kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum
yang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat, serta
diversifikasi jenis pendidikan secara profesional. Diversifikasi kurikulum
tersebut antara lain :
1.
Kurikulum
Nasional
UUSPN NO. 20 tahun 2003
pasal 1 ayat 9 menyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
tertentu. Prinsip-prinsip umum kurikulum dan pengajaran memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mempraktekan perilaku sesuai dengan tujuan, pengalaman
belajar memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengadapai isi pelajaran, siswa
memperoleh kepuasan dalam menerima pelajaran, siswa dilibatkan secara nyata
dalam pengalaman belajar sehingga memberikan hasil yang nyata. Dengan demikian
pada prinsipnya kurikulum di desain untuk diterima siswa dengan baik. Untuk memenuhi
kurikulum yang bermutu dalam rangka pemberdayaan penddikan, kebijakan kurikulum
haruslah memberi ruang kreativitas tinggi kepada instansi yang berkaitan dengan
pendidikan di daerah, sekolah-sekolah maupun LPTK. Kreativitas tersebut
meliputi pengaturan kurikulum dan mengelaborasinya menjadi bahan ajar, evaluasi
belajar mengacu pada standar yang dipersyaratkan, penyelesaian studi semua
jenjang sekolah tepat waktu, standar materi pada setiap buku pelajaran pokok
pada semua bidang studi, dan pengembangan teknologi komunikasi serta informasi.
Kurikulum nasional akan memberi arti yang penting bagi sekolah disuatu daerah,
jika daerah itu mampu memberi ruang kreativitas yang tinggi pada tim ahli yang
dimilikinya bersmaa sekolah.
2.
Muatan
Lokal
Kewenangan pemerintah
provinsi menurut PP No. 25 tahun 2000 tentang pengembangan kurikulum diarahkan
untuk menggali potensi adalan daerah secara optimal. Cara yang efektif untuk
pengembangannya adalah dengan menyusun menjadi mata pelajaran muatan lokal (mulok) di sekolah. Kantor pendidikan tingkat
provinsi perlu membentuk tim ahli profesional untuk menyusun kurikulum muatan
lokal yang siap diajarkan dan dimanfaatkan disemua daerah lingkungan provinsi
dimana satuan pendidikan tersebut berada. Pemerintah provinsi bersama Kabupaten/Kota
menyediakan tenaga ahli kurikulum untuk mempermudah desain pengembangan yang
sesuai dengan potensi lokal, terlebih lagi kurikulum muatan lokal.
3.
Kurikulum
Berbasis Kompetensi
Dalam perkembangannya
untuk mempersiapkan para siswa menghadapi tantangan masa depan, Depdiknas
menerbitkan model kurikulum berbasis kompetensi yang merupakan refleksi
pemikiran atau pengkajian ulang penilaian terhadap kurikulum pendidikan dasar
1994 beserta pelaksananya. Kurikulum berbasis kompetensi adalah kurikulum yang
ditujukan untuk menciptakan tamatan yang kempeten dan cerdas dalam membangun
identitas budaya dan bangsanya. Kompetensi menurut McAshan, (1981 : 45) dalam
Syaeful Sagala diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang
dikuasasi oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia
dapat melakukan perilaku-perilkau kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Kurikulum berbasis kompetensi memberi gambaran bahwa para siswa yang telah
mengikuti kegiatan belajar menguasai konsep pengetahuan, mampu menganalisis
kebutuhan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya di sekolah
setelah mengikuti berbagai materi pelajaran. Kompetensi yang dimaksud memiliki
tiga dimensi yakni memiliki nilai dan sikap menghargai dan menyenangi materi
pelajaran, penguasan onsep dengan menguasai ilmu pengetahuan sehingga mampu berpikir secara rasional,
kemampuan dan kecakapan berkomunikasi, serta mampu mmecahkan masalah secara
sistematis dalam hidupnya, kecakapan mengaplikasikan dengan menggunakan
teknologi dan pengukuran yang tepat dalam kehidupanya.
C. LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
Kurikulum
merupakan wahana belajar mengajar yang dinamis sehingga perlu dikembangkan dan
dinilai secara terus menerus dan berkelanjutan sesuai dengan perkembangan yang
ada di masyarakat. Pengembangan kurikulum adalah suatu proses yang menentukan
bagaimana kurikulum akan berjalan. Pengembangan kurikulum menurut Hilda Taba
(1926 :6) adalah proses yang meliputi banyak hal diantaranya:
1.
Kemudahan
suatu analisis tujuan;
2.
Rancangan
suatu program;
3.
Penerapan
serangkaian pengalaman yang berhubungan;
4.
Peralatan
dalam evaluasi proses.
Singkatnya
pengembangan kurikulum adalah perbuatan komplek yang menyangkut berbagai jenis
keputusan, yaitu tujuan yang akan dicapai, materi pelajaran yang terukur, waktu
yang disediakan,media pendidikan yang diperlukan, kompetensi guru yang
diperlukan, dan sarana belajar yang mendukung.
Terdapat beberapa faktor yang menjadi
penyebab terjadinya perubahan kurikulum. Faktor penyebab perubahan kurikulum tersebut
antara lain :
1.
Faktor
filosofis, yaitu kebijakan pemerintah dibidang pendidikan nasional yang
digariskan oleh GBHN menuntu implementasi yang sesuai dengan formulasi dan
evaluasi. Kebijakan yang dimaksud adalah kebijakan dalam Tap MPR No.
IV/MPR?1973 tentang pendidikan dan pembinaan generasi muda.
2.
Faktor
sosiologis, yaitu adanya inovasi dan gagasan-gagasan baru yang memasuki dunia
pendidikan mempengaruhi system
pendidikan nasional sebagai dampak dari pembinaan dan pembaharuan pendidikan,
hasil analisis dan penelitian pendidikan nasional telah mendorong Departemen
Pendidikan Nasional untuk melakukan perubahan kurikulum dan keluhan-keluhan
masyarakat tentang mutu lulusan pendidikan mendorong lembaga pendidikan untuk
melakukan perubahan dan pengembangan kurikulum yang diimplementasikan dalam proses
pembelajaran. Dengan demikian praktek pelaksanaan pendidikan termasuk kurikulum
perlu ditinjau kembali atau dilakukan perbaikan secara terus-menerus.
3.
Faktor
psikologis, yaitu inovasi yang dilaksanakan dalam proses pembelajaran yang
efisien dan efektif telah langsung berpengaruh terhadap praktek pendidikan.
Inovasi tersebut menggambarkan antara lain hasil proyek penulisaan buku
pelajaran, hasil proyek perubahan kurikulum dan metode belajar (peningkatan
kualitas lulusan), berlakuknya sistem pendidikan yang dapat meningkatkan
kualitas output pendidikan, dan motivasi metode belajar mengajar terutama
prosedur pengembangan system instruksional (PPSI).
Adapun faktor
penentu dalam pengembangan kurikulum adalah:
1.
Landasan
filosofis : Pendidikan ada dan berada dalam kehidupan masyarakat, sehingga apa
yang dikehendaki oleh masyarakat untuk dilestarikan diselenggarakan melalui
pendidikan dalam arti seluas-luasnya (Raka Joni, 1983 : 3)
2.
Landasan
social budaya : Realita social budaya yang ada dalam masyarakat merupakan bahan
kajian pengembangan kurikulum untuk digunakan sebagai landasan pengembangan
kurikulum.
3.
Landasan
Pengetahuan teknologi dan Seni : Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah
nilai-nilai yang bersumber pada pikiran atau logika, sedangkan seni bersumber
pada perasaan atau estetika. Mengingat pendidikan merupakan upaya penyiapan
siswa menghadapi perubahan yang semakin pesat, termasuk didalamnya perubahan
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, maka pengembangan kurikulum haruslah
berlandaskan pada pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS)
4.
Landasan
kebutuhan masyarakat : pengembangan kurikulum juga harus ditekankan pada
pengembangan individu yang mencakup keterkaitannya dengan lingkungan sosial
setempat, maka pada hakekatnya pengembangan kurikulum adalah kebutuhan
masyarakat yang dilayani melalui kurikulum yang dikembangkan
5.
Landasan
perkembangan Masyarakat : Ciri utama masyarakat adalah selalu berkembang.
Perkembangan ini bisa terjadi dengan cepat atau lambat bahkan sangat cepat.
IPTEKS sangat mendukung perkembangan masyarakat. Perkembangan masyarakat akan
menuntut tersedianya proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan
masyarakat, maka diperlukan perancangan berupa kurikulum yang landasannya
berupa perkembangan masyarakat itu sendiri.
Pengembangan
kurikulum dan landasan pengembangan kurikulum merupakan dasar untuk mengkaji
pembelajaran dan pengembangan kurikulum lebih lanjut.
D. PRINSIP-PRINSIP PENGEMBAGAN KURIKULUM
Terdapat
beberapa prinsip umum dalam pengembangan kurikulum. Prinsip-prinsip umum pengembangan
kurikulum yang diuraikan oleh Nana Syaodih, (2009 : 150) adalah sebagai berikut
:
1.
Prinsip
Relevansi, artinya kesesuaian antara
komponen tujuan, isi/pengalaman belajar, organisasi dan evaluasi kurikulum, dan
juga sesuai dengan kebutuhan masyarakat baik dalam pemenuhan tenaga kerja
maupun warga masyarakat yang diidealkan.
2.
Prinsip
Fleksibilitas, kurikulum hendaknya
memiliki sifat lentur atau fleksibel. Kurikulum mempersiapkan siswa untuk
kehidupan sekarang dan yang akan datang dengan berbagai latar belakang dan
kemampuan yang berbeda. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang solid yang
dalam hal pelaksanaannya memungkinkan penyesuaian-penyesuaian berdasarkan
kondisi daerah, waktu maupun kemampuan, dan latar belakang siswa.
3.
Prinsip
Kontinuitas, perkembangan dan proses
belajar siswa berlangsung secara berkesinambungan, tidak terputus-putus atau
terhenti. Oleh karenanya pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum juga hendaknya
berkesinambungan antara satu tingkat kelas, dengan kelas lainnya, antara satu
jenjang pendidikan dengan jenjang pendidikan lainnya, juga antara jenjang
pendidikan dengan pekerjaan. Pengembangan kurikulum perlu dilakukan serempak
bersama-sama, perlu komunikasi dan kerja sama antara para pengembang kurikulum tingkat
SD dengan SMPT, SMTA dan Perguruan Tinggi.
4.
Prinsip
praktis, mudah dilaksanakan,
menggunakan alat-alat sederhana dan biayanya juga murah. Betapapun bagusnya
kurikulum bila menuntut keahlian dan peralatan serta biaya yang mahal maka
kurikulum tersebut tidak praktis dan sukar dilaksanakan.
5.
Prinsif
Efektivitas, walaupun kurikulum itu
harus mudah, sederhana,dan murah tetapi keberhasilannya tetap harus
diperhatikan baik secara kualitas maupun kuantitas. Keberhasilan kurikulum akan
sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan
pendidikan.
E. MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
Terdapat
depalan macam model pengembangan kurikulum, yaitu :
1.
The Administrative
model
(merupakan model lama) , dinamakan demikian karena inisiatif dan gagasan
pengembangannya datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan
prosedur administrasi. Dengan wewenang administrasinya, administrator
pendidikan (dirjen, direktur atau kepalan kantor wilayah pendidkan dan
kebudayaan) membentuk suatu komisi atau tim pengarah dan pengembang kurikulum. Digunakan
dalam system pengelolaan pendidian /kurikulum yang bersifat sentralisasi.
2.
The Grass rooth model, bersifat
desentralisasi. Pada model ini seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan
guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum. Pengembangan
atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen atau secara
keseluruhan komponen kurikulum. Pengembangan kurikulum ini didasarkan atas
pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan penyempurna dari
pengajaran dikelas. Gurulah yang tahu kebutuhan kelas, oleh karenanya gurulah
yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya.
3.
Beauchamp’s system, Model ini dikembangkan oleh Beauchamp’s
seorang ahli kurikulum. Beauchamp mengemukakan lima hal dalam pengembangan suatu
kurikulum , yaitu :
a.
Menetapkan
arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut, apakah
suatu sekolah, kecamatan, kabupaten, provinsi,maupun seluruh Negara.
b.
Menetapkan
personalia, yaitu siapa saja yang turut serta terlibat dalam pengembangan
kurikulum. Ada empat kategori yang turut berpartisipasi dalam pengembangan
kurikulum antara lain para ahli pendidkian. Kurikulum yang ada pada pusat
pengembangan kurikulum dan para ahli bidang ilmu dari luar, para ahli dari
perguruan tinggi atau sekolah dari guru-guru terpilih, para profesional dalam
system pendidikan, profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat.
c.
Organisasi
dan prosedur pengembangan kurikulum. Langkah ini berkenaan dengan prosedur yang
akan ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan khusus, memilih isi dan
pengalaman belajar, kegiatan evaluasi dan dalam menentukan keseluruhan desain
kurikulum.
d.
Implementasi
kurikulum, yaitu melaksanakan kurikulum. Dalam implementasi ini bukan
sesuatu yang sederhana, sebab
membutuhkan kesiapan yang menyeluruh baik kesiapan guru-guiru maupun siswa,
fasilitas, bahan, biaya, juga manajerial dari pimpinan sekolah.
e.
Evaluasi
Kurikulum, terdapat empat hal ynag harus diperhatikan dalam evaluasi kurikulum
yaitu evaluasi pelaksanaan kurikulum oleh guru, evaluasi desain kurikulum,
evaluasi hasil belajar siswa dan evaluasi dari keseluruhan system kurikulum.
Data-data tersebut nanti akan digunakans sebagai penyempurna dalam system dan
desain kurikulum berikutnya.
4.
The demonstrational
model,
Model ini diprakarsai oleh sekelompok guru
yang bekerjasama dengan para ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan
kurikulum. Karena sifatnya ingin mengubah atau mengganti kurikulum yang ada,
pengembangan kurikulum model ini sering mendapat tantangan dari pihak-pihak tertentu.
5.
Taba’s inverted model, Terdapat lima
langkah pengembangan kurikulum menurut model taba yaitu :
a.
Mengadakan
unit-unit eksperimen bersama guru-guru
b.
Menguji
unit eksperimen
c.
Mengadakan
revisi dan konsolidasi
d.
Pengembangan
keseluruhan kerangka kurikulum
e.
Implementasi
dan desiminasi
6.
Roger’s interpersonal
relations model,
Terdapat empat langkah pengembangan model kurikulum menurut Rogers, yaitu :
a. Pemilihan target dari
system pendidikan
b. Partisifasi guru
dalam pengalaman kelompok yang intensif
c. Pengembangan pengalaman
kelompokyang intensif untuk satu kelas atau unit pelajaran
d. Partisifasi orang tua
dalam kegiata kelompok
7.
The systematic
action-research model,
Pengembangan model kurikulum ini berdasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum
merupakan perubahan sosial. Hal ini mencakup suatu proses yang melibatkan
kepribadian orang tua, siswa, guru, struktur system sekolah, pola hubungan
pribadi kelompok dari sekolah dan masyarakat. Model ini menekankan pada tiga
hal yaitu hubungan insan, sekolah dan organisasi masyarakat, serta wibawa dari
pengetahuan profesional. Penyusunan kurikulum menurut model ini dengan prosedur
action research dengan langkah yang
pertama adalah mengadakan penelitin secara seksama tentang masalah-masalah
kurikulum, berupa pengumpulan data yang menyeluruh, mengidentifikasi faktor-faktor
kekuatan dan kondisi yang mempengaruhi masalah tersebut. Langkah kedua adalah
implementasi dari keputusan yang diambil dalam tiundakan pertama. Tindakan ini
diikuti oleh penyiapan data-data bagi evaluasi tindakan, sebagai bahan
pemahaman tentang masalah yang dihadapi, sebagai bahan untuk menilai kembali
dan mengadakan modifikasi, dan sebagai bahan untuk menetukan tindakan lebih
lanjut.
8.
Emerging technical
models,
Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai efisiens iefektivitas
dalam bisnis, mempengaruhi perkembangan kurikulum. Perkembangan kurikulum model
ini didasarkan atas :
a. The behavioral Analisys Model, menekankan perilaku
atau kemampuan
b. The System Analisys Model, berasal; dari
efisiensi bisnis
c. The Computer-Based Model, suatu model
pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan computer
F. GURU DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
1.
Guru
sebagai pendidik profesional
Pendidikan
merupakan interaksi antara pendidik dan siswa untuk mencapai tujuan pendidikan.
Komponen utama pendidikan tersebut tidak bisa terpisahkan satu dengan lainnya
karena merupakan triangle, jika
hilang salah satunya maka hilang pulalah hakikat pendidikan. Mendidik adalah
pekerjaan profesional, oleh karena itu guru sebagai pelaku utama pendidikan
merupakan pendidik profesional. Sebagai pendidik profesional guru tidak saja
dituntut melaksanakan tugasnya secara profesional tetapi juga harus memiliki
pengetahuan dan kemampuan profesional.
Terdapat
tiga dimensi umum kemampuan sebagai pendidik yang harus dimiliki oleh guru antara
lain adalah kemampuan profesional, kemampuan sosial dan kemampuan personal.
Menurut PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional, terdapat
empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang agen pembelajaran. Kompetensi
tersebut antara lain kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional,
dan kompetensi sosial.
2.
Peranan
guru dalam pengembangan kurikulum
Dari
berbagai model pengembangan kurikulum yang telah diuraikan sebelumnya,
sebagaian besar model melibatkan guru dalam pengembangan kurikulum.
Keterlibatan guru dalam pengembangan kurikulum bukanlah kebetulan belaka tetapi
karena guru adalah orang yang tahu persis situasi dan kondisi diterapkannya
kurikulum yang berlaku. Selain itu guru bertanggungjawab atas terciptanya hasil
belajar yang diinginkan (Raka Joni, 1983 : 26).
Berdasarkan
kenyataan bahwa guru tahu situasi dan kondisi serta bertanggungjawab atas
tercapainya hasil belajar, maka sudah sewajarnya guru berperan dalam
pengembangan kurikulum. Peran guru dalam pengembangan kurikulum diwujudkan
dalam bentuk-bentuk kegiatan :
a.
Merumuskan
tujuan khusus pembelajaran berdasarkan tujuan-tujuan kurikulum diatasnya dan
karakteristik siswa, mata pelajaran/bidang studi, dan karakterisrik situasi
kondisi sekolah/kelas.
b.
Merencanakan
kegiatan pembelajaran yang dapat secara efektif membantu siswa mencapai tujuan
yang ditetapkan.
c.
Menerapakan
rencana atau program pembelajaran yang dirumuskan dalam situasi pembelajaran
yang nyata.
d.
Mengevaluasi
hasil dan proses belajar.
e.
Mengevaluasi
interaksi antara komponen-komponen kurikulum yang diimplementasikan.
Lima
kegiatan tersebut merupakan peran guru dalam pengembangan kurikulum yang
bersifat sentralisasi. Sedangkan
pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi,
peran guru lebih besar, yakni mencakup pengembangan keseluruhan
komponen-komponen kurikulum dalam perencanaan, mengimplementasikan kurikulum
yang dikembangkan, mengevaluasi implementasi kurikulum, dan merevisi
komponen-komponen kurikulum yang kurang memadai.
BAB III PENUTUP
Kegiatan pembelajaran
yang dilakukan oleh guru berpangkal pada suatu kurikulum, dan dalam proses
pembelajaran guru juga berorientasi pada tujuan kurikulum. Pada satu sisi guru
adalah pengembang kurikulum dan pada sisi yang lain guru adalah pembelajar bagi
siswa yang secara kreatif membelajarkan siswa sesuai dengan kurikulum sekolah.
Hal itu menunjukkan bahwa dalam tugas pembelajaran dipersyaratkan agar guru
memahami kurikulum.
Guru sebagai
pembelajar memiliki kewajiban mencari, menemukan, dan diharapkan memecahkan
masalah, masalah belajar siswa, dengan langkah pengamatan prilaku belajar dalam
kegiatan belajar mengajar, analisis hasil belajar untuk memberi makna
pembelajaran yang berlangsung sesuai dengan yang direncanakan, dan melakukan
tes hasil belajar untuk mengukur kemajuan belajar siswa.
Dalam melaksanakan
tugasnya, guru harus menyadari betul tentang peran yang harus dilakukan bahwa
dia bukan hanya sekedar pengajar tetapi juga sebagai pendidik, bukan hanya
sebagai penyampai informasi tetapi juga harus bisa melihat sejauh mana
perubahan sikap yang terjadi pada siswa agar terlihat adanya peningkatan
kualitas pada diri setiap siswa.
Perubahan dan
pengembangan kurikulum, tidak hanya sekedar mengubah materi saja, tetapi ada
hal yang lebih penting bagaimana merubah perilaku guru-guru agar dapat
berkiprah dalam merespon perubahan itu. Agar tujuan yang telah ditetapkan
tercapai apabila terjadi perubahan kurikulum hendaknya terjadi perubahan secara
koprehensif termasuk materi, metode, sarana, dan hal lain yang ada kaitannya
dengan kurikulum, belajar, dan pembelajaran sehingga dampak positif dari
perubahan akan dirasakan manfaatnya oleh semua pihak.
DAFTAR
PUSTAKA
Dimyati,
Mudjiono, 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.
E.
Mulyasa, 2005. Kurikulum Berbasis Komptensi Konsep, karakteristik, dan
Implementasi. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Masnur
Muslich, 2007. Sertifikasi Guru menuju Profesionalisme Pendidik. Jakarta : Bumi aksara.
Soetjipto,
Raflis Kosasi, 2007. Profesi Keguruan. Jakarta : Rineka Cipta.
E.
Mulyasa. 2008. Menjadi Guru Profesional. Bandung : Remaja Rosdakarya
Subry
Sutikno.2008. Landasan Pendidikan. Bandung : Prospect.
Iskandar,
2009. Psikologi Pendidikan Sebuah Orientasi Baru. Jakarta : GP. Press.
Nana
Syaodih, 2009. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Syaeful
Sagala, 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.,
Wow Keren. Postingnya cocok untuk mahasiswa dan bermanfaat bagi guru. Ditunggu posting-posting lainnya ya ……………..
ReplyDeleteWow Keren. Postingnya cocok untuk mahasiswa dan bermanfaat bagi guru. Ditunggu posting-posting lainnya ya ……………..
ReplyDeleteBlognya keren lho, Tulisannya menarik, sok pasti sanget bermanfat bagi semuanya terutama tuh bagi mahasiswa teknologi pembelajaran, Psikologi dan yang ambil PBI. Selamat, trus berkaya lho……….
ReplyDeleteTerima kasih banyak, artikelnya sangat membantu saya dalam menyelesaikan tugas-tugas kuliah
ReplyDeleteTerima kasih banyak, artikelnya sangat membantu saya dalam menyelesaikan tugas-tugas kuliah
ReplyDeleteTerima kasih, artikelnya sangat membantu. Izin copas ya untuk bahan referensi
ReplyDelete